Kamis, 13 Juli 2017

Siantar Sedap



Tutorial Pembuatan Dayok Namaratur

Vid-02
Vid-03
Vid-04

Desa Harang Gaol



GAMBARAN UMUM DESA HARANGGAOL
Secara Administratif Desa Haranggaol termasuk dalam wilayah Kelurahan Haranggaol kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun. Luas desa ini mencapai 1.493,8 Ha. Batas-batas wilayah Desa Haranggaol terdiri dari:
1.      Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bandar Saribu
2.      Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba
3.      Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Siboro
4.      Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tangga Batu
Selain Desa Haranggaol, Kelurahan Haranggaol terdiri dari beberapa desa lainnya yaitu Desa Sigunggung, Desa Tangga Batu, Desa Siboro, Desa Bandar Saribu, Desa Purba Saribu, Desa Mariah Purba. Letak astronomi Desa Haranggaol secara umum terletak pada 2°48´46˝-2°52´31˝LU dan 98° 35´ 51˝- 94° 45´ 11˝ BT. Berada pada ketinggian 751-1400 meter diatas permukaan laut dengan rata-rata suhunya adalah 28-39°. Keadaan iklimnya adalah beriklim dingin.
Desa Haranggaol merupakan sebuah kota Kecamatan Haranggaol Horisan. Desa ini berjarak 30 Km dari ibu kota kabupatennya yakni kota Raya. Keadaan
alam Haranggaol di kelilingi hamparan pegunungan, sebelah selatannya berbatasan langsung dengan luasnya Danau Toba. Sementara kontruksi tanahnya Desa Haranggaol adalah berbatu-batuan.
Sepanjang perjalan menuju Haranggaol, pemandangan yang tersaji adalah kosongnya lahan pertanian sehingga tampak gersang. Memang ada beberapa lahan pertanian yang ditanami dengan tomat , akan tetapi tomat-tomat ini seperti hidup segan mati tak mau dan dibiarkan begitu saja. Tampak pula beberapa pohon mangga di pinggir jalan yang kasusnya juga sama seperti tomat. Buah-buah kecil yang belum matang berjatuhan di jalanan, buah-buah itu masih mentah namun sudah berjatuhan sehingga tidak menghasilkan.
Memasuki wilayah perkampungan, dapat dilihat perumahan yang bertingkat dengan bangunan batu berderet membelakangi Danau Toba. Tidak tampak seperti wilayah pedesaan Batak yang terkenal dengan rumah-rumah panggung. Memang hampir seluruh perumahan Batak sudah berubah menjadi perumahan yang lazim dilihat diperkotaan.
Haranggaol memiliki sebuah pasar tradisional bernama Tiga Langgiung yang artinya pasar di tepi danau, karena lokasinya yang berdekatan dengan danau. Dahulu pasar dibuka dua kali seminggu setiap senin dan kamis. Sekarang, pasar tradisional ini dibuka sekali seminggu yakni setiap senin. Menurut warga hal ini disebabkan tidak adanya hasil pertanian seperti waktu dulu ditambah merosotnya pariwisata.
Dahulu Haranggaol merupakan daerah tujuan wisata yang cukup dihandalkan oleh Kabupaten Simalungun. Terdapat beberapa objek wisata di tempat ini yakni pantai Sigunggung, pantai Sigumba. Dekat dengan pantai-pantai ini terdapat fasilitas penginapan. Akan tetapi penginapan ini sepertinya mati suri saat ini, tidak ada wisatawan yang berkunjung bahkan karena tidak adanya pengunjung yang menginap menyebabkan para pengusaha hotel ini beralih mata pencaharian menjadi petani keramba (Skripsi Keristina Ginting, Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat dari sektor pariwisata ke sektor perikanan, Sosiologi USU, 2009).
Kini pemandangan yang terlihat setiap hari di Haranggaol adalah lalu lalangnya mobil pengangkut ikan hasil panen dan pengangkut bibit. Pada malam hari, hasil panen akan dibawa ke kota sedangkan pagi hari mobil pickup pengangkut bibit sampai dari berbagai tempat seperti Rantau Parapat, Padang, Palembang, Jawa dan lainnya. Namun ketika ruas kanan dan kiri berpapasan pickup penganggkut ikan, maka salah satu mobil harus mengalah dan menyudutkan mobilnya hampir mendekati jurang. Hal ini terjadi karena jalan di desa ini tidak cukup untuk dilalui oleh dua mobil sekaligus.

SEJARAH DESA HARANGGAOL
Desa Haranggaol adalah sebuah desa yang terletak di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun. Dulunya Desa Haranggaol bernama Desa Tiga Linggiung yang artinya adalah pasar di pesisir pantai danau yang menjual berbagai jenis hasil pertanian dari desa sekitar
Danau Toba. Pada tahun 1960 nama desa ini diubah menjadi Desa Haranggaol. Jika dipisahkan dari suku katanya Harang artinya ladang sedangkan Gaol artinya pisang, maka secara harfiah Haranggaol merupakan ladang pisang.
Pada tahun tersebut masyarakat Desa Linggiung yang telah diubah menjadi Desa Haranggaol mayoritasnya adalah petani pisang. Pada saat itu juga, pisang dari tempat ini terkenal di Simalungun sehingga perpindahan nama tersebut sangat tepat. Seiring pertumbuhan penduduk pada tahun 1974 Desa Haranggaol diubah menjadi Kelurahan Haranggaol. Mulanya kantor kelurahan terletak di pinggir danau, namun pada tahun 1985 kantor terhempas ombak sehingga hampir seluruh bangunan rusak parah. Kemudian kantor ini dipindah ke balai desa yang berada tidak jauh dari kantor sebelumnya. Sehingga sampai saat ini kantor kelurahan ini masih berbentuk kantor balai desa.
Penduduk asli Haranggaol adalah suku Simalungun ditambah dengan pendatang seperti suku Toba, Karo dan Jawa serta Padang. Hingga saat ini Desa Haranggaol bermayoritas suku Simalungun dengan bahasa Simalungun. Masyarakat Haranggaol hidup rukun dan saling berdampingan.

BAHASA
Bahasa merupakan sarana dalam melakukan pergaulan manusia dalam komunikasinya. Itulah sebabnya bahasa merupakan satu unsur penting dalam kebudayaan. Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dipersatukan dengan bahasa nasional yakni bahasa Indonesia. Meskipun demikian di pelosok-pelosok tanah air masih banyak suku bangsa yang masih menggunakan bahasa daerahnya sebagai alat komunikasi.
Begitupula yang terdapat di daerah penelitian ini, bahasa yang sering dipergunakan adalah bahasa Simalungun. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk di desa ini adalah suku bangsa Simalungun. Memang ada suku lain seperti Batak Toba, Karo, Jawa dan Padang. Namun, mereka juga menggunakan bahasa Simalungun pada saat bertemu dengan orang Batak. Suku bangsa pendatang ini beradaptasi dengan baik sehingga terjadi akulturasi19. Akan tetapi para pendatang ini juga tidak menghilangkan kebudayaan aslinya. Seperti saat berkomunikasi dengan warga dari suku yang sama, mereka akan menggunakan bahasa daerah mereka. Penggunaan bahasa Simalungun juga berdasarkan konteks, misalnya saat berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan kata “nasiam/ham” dan menghindari kata “ambia” karena dianggap tidak sopan. Kata ambia digunakan untuk tutur sebaya.
Penyebutan masyarakat untuk keramba jaring apung adalah kolam atau beberapa informan juga menyebutkannya dengan sebutan tambak. Sehingga ketika peneliti dalam tulisannya menyebutkan kolam berarti yang di maksud adalah keramba jaring apung.
POLA PERMUKIMAN PENDUDUK DAN PEMANFATAAN RUANG
Pola permukiman menunjukan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap serta melakukan kegiatan atau aktivitasnya sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. Begitu pula dengan desa Haranggaol telah mengalami beberapa kali perubahan permukiman untuk mempertahankan, mengembangkan serta melangsungkan kehidupannya.
Persebaran bentuk permukiman pada desa ini berada di sekitar pinggiran Danau Toba. Bentuk rumah yang membelakangi danau dan saling berhadapan dengan rumah lainnya. Adapula rumah yang membelakangi pegunungan seperti disekitar jalan Siboro, Desa Haranggaol jalan besar. Rumah-rumah tersebut membelakangi perbukitan dan berhadapan dengan Tiga.
Menurut informasi yang peneliti kumpulkan di lapangan, kondisi rumah pada sekitar 1974-an berupa rumah bara20. Kemudian pada tahun 1990-an bentuk rumah berganti menjadi rumah semi permanen hingga saat ini sudah menjadi rumah batu permanen bertingkat. Perubahan bentuk rumah ini disebabkan oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Anak-anak penduduk yang mengadu nasib di kota kemudian membenahi rumahnya seperti bentuk-bentuk rumah di kota. Dan banyak diantara penduduk yang merubah rumahnya disebabkan pendapatan dari sektor perikanan dalam keramba jaring apung di danau.
Pendapatan dari sektor jaring apung juga mengambil alih dalam perubahan yang terjadi di Haranggaol. Menurut beberapa informan ketika bertani, berdagang dan berpariwisata, pendapatan mereka hanya cukup untuk sekolah anak, dan kebutuhan sehari-hari. Hingga kemudian saat beralih pada mata pencaharian keramba jaring apung mereka mendapat keuntungan yang besar dan mulai bisa membangun perumahan, membeli kendaraan dan menambah aset lain.
Saat ini, seluruh rumah di Desa Haranggaol telah memakai jasa perusahaan listrik Negara (PLN). Untuk mendapatkan air dahulu masyarakat langsung memanfaatkan air sekitar danau. Namun, saat ini masyarakat tidak perlu kesusahan untuk mendapatkan air bersih tersebut. Sebab, di kelurahan ini telah memiliki sarana air bersih yang dikelola oleh PAM dan di aliri kerumah-rumah penduduk.
Dahulu penduduk desa ini memanfaatkan lahan perbukitan sebagai pertanian bawang dan pisang serta mangga. Hingga pada tahun 2000-an pemanfaatan lahan berkurang hampir 70%. Penurunan ini terjadi setelah serangan hama pada tanaman pertanian. Saat ini pemanfaatan ruang di Desa Haranggaol adalah memanfaatkan Danau Toba menjadi sentra perikanan ikan nila.
Desa Haranggaol ini merupakan sebuah perkampungan yang bersifat geneologis territorial21. Selain dihuni oleh suku Simalungun, Haranggaol dihuni oleh penduduk pendatang seperti suku Batak Toba, Karo, Jawa, Padang. Dengan demikian mayoritas suku di Haranggaol ini adalah suku Batak Simalungun dengan Marga Saragih, Sinaga , Purba dan sedikit bermarga Silalahi, Aritonang, Sirait, Nainggolan dan lain-lain.
SARANA JALAN DAN ANGKUTAN
Sarana jalan yang terdapat di daerah penelitian berada dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini dirasakan oleh peneliti berserta penumpang lain yang menuju Desa Haranggaol ini, misalnya sepanjang jalan simpang Haranggaol menuju Haranggaol. Pada lokasi ini terdapat sejumlah lubang aspal yang membahayakan pengendara. Itulah sebabnya para pengendara diharuskan berhati-hati jika melewati lokasi ini. Namun demikian Desa Haranggaol telah memiliki jalan yang menghubungkan satu kelurahan ke kelurahan lain, satu desa menuju desa lain, bahkan dari desa menuju kota.
Sarana transportasi yang digunakan ke Haranggaol adalah angkutan umum berupa bis dengan merek angkutan CV. Sinar Sepadan trayek Saribu dolok­Haranggaol. Mobil tersebut digunakan untuk mengangkut penumpang menuju ke Kaban Jahe. Jadi penumpang dengan tujuan ke Haranggaol hanya sampai di simpang Haranggaol, harus melanjutkan perjalanan dengan angkutan sepadan yang berangkat setiap 30 menit sampai 1 jam sekali atau paling tidak, sampai angkutan tersebut penuh.
Alternatif lain menuju Haranggaol adalah menggunakan taksi milik warga sekitar yang dapat dihubungi langsung. Taksi ini mengantarkan penumpang sampai tujuan dengan tarif Rp 40.000. Sedangkan transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil ternak ikan, masyarakat menggunakan mobil truk berupa colt diesel dan mobil pick-up kecil lainnya. Transportasi lainnya adalah kendaraan pribadi penduduk sekitar seperti sepeda motor.
Transportasi yang tidak kalah penting untuk penduduk Haranggaol adalah kapal bermotor. Kapal ini digunakan untuk mengangkut keperluan kolam seperti pakan, bibit dan hasil panen serta keperluan lainnya. Sebenarnya kapal bermotor ini adalah angkutan wajib yang harus dimiliki para petani, akan tetapi tidak semua memiliki kapal bermotor namun paling tidak mereka memiliki sampan.
SARANA KESEHATAN
Desa Haranggaol memang tidak memiliki rumah sakit, namun terdapat sebuah puskesmas dan sebuah balai kesehatan desa yang dipergunakan untuk imunisasi setiap bulannya bagi balita dan konsultasi bagi para ibu hamil. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan cukup baik, dibuktikan ketika masyarakat sakit mereka akan mengunjungi para ahli kesehatan (Bidan) terdekat untuk diperiksa dan mendapatkan penangan berupa obat. Untuk memudahkan melihat jumlah sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Haranggaol dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 1 Sarana kesehatan
No
Sarana Kesehatan
Jumlah
1
Puskesmas
1
2
Polindes
3
3
Balai Pengobatan
2
Jumlah
6
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol 2014
SARANA PENDIDIKAN
Daerah Kelurahan Haranggaol memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Gedung sekolah tersebut adalah 1 gedung taman kanak-kanak, 4 gedung sekolah dasar yakni: SDN 1 Haranggaol, SDN 2 Haranggaol, SDN Purba Saribu, SD Inpres Tangga Batu dan 2 gedung sekolah menengah pertama yaitu SMP GKPS Haranggaol dan SMP Santo Agustinus Haranggaol. Sementara untuk sekolah menengah atas masyarakat harus sekolah di luar Haranggaol, umumnya para orangtua memilih menyekolahkan anaknya di kota seperti Saribudolok, Siantar dan Medan.
Sarana pendidikan ini diharapkan dapat membangun motivasi bagi masyarakat sekitar Haranggaol mengenai pentingnya pendidikan pada usia dini. Sehingga, dapat memperbaiki sumber daya manusia di desa ini. untuk memudahkan dalam melihat jumlah gedung sekolah sekolah di kelurahan Haranggaol maka dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 2 Sarana Pendidikan di Kelurahan Haranggaol
No
Jenis Sekolah
Nama dan Tempat sekolah
Jumlah
1
Taman Kanak-kanak
TK Santo Fransiskus jalan Besar Haranggaol
1
2
Sekolah Dasar
1.         Sekolah Dasar Negeri 1 Haranggaol
4
2.         Sekolah Dasar Negeri 2 Haranggaol
3.         Sekolah Negeri Purba Saribu
4.         Sekolah Inpres Tangga Batu
3
Sekolah Menengah Pertama
1.              Sekolah Menengah Pertama GKPS Haranggaol
2

2.              Sekolah Menengah Pertama Santo Agustinus Haranggaol
Jumlah
7
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol 2014

KEADAAN PENDUDUK
Keadaan penduduk Haranggaol cukup beragam dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi. Di desa ini rata-rata masyarakatnya bertaraf kehidupan menengah ke atas. Di desa ini bangunannya berbentuk permanen dengan rumah bertingkat dengan fasilitas lengkap bahkan seluruh penduduknya memiliki kendaraan bermotor. Taraf kehidupan ini dikarenakan mata pencaharian keramba, karena sebelumnya masyarakat hanya mampu menghidupi kebutuhan sehari­harinya tanpa memikir kebutuhan tersier. Meskipun beberapa dari penduduk bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil tetapi mereka tetap menggantungkan kehidupannya dari keramba. Untuk lebih mengetahui bagaimana keadaan penduduk di Desa Haranggaol akan penulis akan uraikan secara rinci dalam sub judul berikut:
JUMLAH PENDUDUK
Jumlah penduduk Kelurahan Haranggaol dalam data statistik tahun 2014 yang diperoleh dari kantor Kelurahan Haranggaol adalah 916 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 3202 jiwa. Dengan berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1402 dan perempuan berjumlah 1800. Jumlah penduduk pada masyarakat Kelurahan Haranggaol tersebar dalam 1 1RT. Untuk lebih jelasnya mengenai penyebaran penduduk pada masyarakat kelurahan Haranggaol dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Penyebaran Jumlah Penduduk berdasarkan RT di Kelurahan Haranggaol
No
Nama RT
Nama Dusun
Jumlah Jiwa
1
RT I
Dusun Sigunggung
538
2
RT II
Dusun Tangga Batu
474
3
RT III
Dusun Siboro
378
4
RT IV
Dusun Haranggaol
346
5
RT V
Dusun Haranggaol
282
6
RT VI
Dusun Haranggaol
250
7
RT VII
Dusun Bandar Saribu
218
8
RT VIII
Dusun Bandar Saribu
190
9
RT IX
Dusun Purba Saribu
182
10
RT X
Dusun Purba Saribu
178
11
RT XI
Dusun Mariah Purba
166
Jumlah
3202
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol 2014
Berdasarkan tabel tersebut , jumlah penduduk di desa Haranggaol yakni RT IV sampai RT VI pada tahun 2014 terdapat 878 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di tiga wilayah lingkungan dengan 227 KK. Keterangan lebih jelas dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4 Jumlah Penduduk
Dusun Haranggaol
Jumlah Jiwa
Jumlah KK
I
346
110
II
282
57
III
250
60
Jumlah
878
227
Sumber: Data Statistik Desa Haranggaol 2014
KOMPSISI PENDUDUK
Komposisi penduduk di Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan dapat dikelompokkan berdasarkan agama, mata pencaharian dan pendidikan.
KOMPOSISI PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA
Masyarakat Kelurahan Haranggaol mayoritas beragama Kristen Protestan, ini disebabkan karena mayoritas suku di daerah ini Simalungun dan Toba. Dimana diketahui bahwa umumnya suku yang bersuku Batak beragama Kristen, begitu pula di Haranggaol ini. Agama Kristen ini kemudian dikategorikan lagi menjadi Protestan dan Katolik. Namun selain kedua agama ini terdapat pula agama Islam yang di anut oleh suku Jawa dan Padang. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk pada masyarakat kelurahan Haranggaol dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No
Agama
Jumlah
Persentase
1
Kristen Protestan
615
70%
2
Katolik
246
28%
3
Islam
17
2%
4
Budha
-
-
5
Hindu
-
-
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol 2014 2.8.2.2
KOMPOSISI PENDUDUK BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN
Ada beberapa jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Haranggaol seperti petani, perikanan dalam Keramba Jaring Apung (KJA), pedagang, wiraswasta (pemilik Hotel, Penginapan) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk mata pencaharian perikanan belum tercatat sebagai jenis mata pencaharian yang resmi di kelurahan ini meskipun hampir 80% masyarakat memiliki keramba jaring apung. Menurut Kepala Desa Kelurahan Haranggaol, peternakan KJA di akumulasikan pada jenis mata pencaharian pertanian. Untuk lebih jelasnya persentase mata pencaharian di kelurahan Haranggaol ini dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
1
Pegawai Negeri Sipil
4
0.50%
2
Petani
474
54%
3
Supir
9
1%
4
Pedagang/Pengusaha
53
6%
5
Pensiunan
4
0.50%
6
Usia Sekolah
325
37%
7
Lain-lain
9
1%
Jumlah
878
100%
Sumber : Kantor Kelurahan Haranggaol 2014

KOMPOSISI PENDUDUK BERDASARKAN PENDIDIKAN
Masyarakat Kelurahan Haranggaol sebenarnya sudah sadar akan pentingnya pendidikan, hal ini ditandai dengan sudah banyaknya masyarakat yang telah lulus dari bangku SMA. Tetapi kebanyakan masyarakat Haranggaol hanya tamat SMA dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya minat pemuda-pemudi setempat dan keterbatasan ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
Tidak/Belum sekolah
44
2
Tamat SD
35
3
Tamat SLTP
138
4
Tamat SMA
354
5
Sedang duduk di bangku SD
105
6
Sedang duduk di bangku SLTP
53
7
Sedang duduk di Bangku SMA
88
8
Perguruan tinggi/lulus perguruan tinggi
61
Jumlah
878
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol 2014
Data ini menunjukan tingkat pendidikan masyarakat Haranggaol sudah tergolong masyarakat yang berpendidikan. Memang masih ada yang hanya tamat SD dan SMP, namun golongan ini adalah penduduk yang sudah lansia. Berkembangnya pendidikan di daerah ini tidak terlepas dari sarana sekolah yang ada di Kelurahan Haranggaol dan keinginan orangtua agar anaknya mendapat pendidikan yang lebih baik sehingga dapat membangun Haranggaol.
GAMBARAN UMUM KERAMBA JARING APUNG HARANGGAOL
Keramba jaring apung (cage culture) adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk, sungai, selat dan teluk. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi dan rumah jaga. Kantong jaring terbuat dari bahan polyethelene dan polyp rop helene dengan berbagai ukuran mata jaring dan berbagai ukuran benang, berfungsi sebagai wadah untuk pemeliharaan dan treatment ikan. Pelampung terbuat dari drum plastik, drum besi bervolume 200 liter, Styrofoam/gabus yang dibungkus dengan kain terpal yang berfungsi untuk mempertahankan kantong jaring tetap mengapung di dekat permukaan air  (Seputar Informasi Perikanan dan Kelautan, 2008). Rochdianto (2005) menambahkan, keramba jaring apung ditempatkan dengan kedalaman perairan 5-10 meter.
LUAS DAN JUMLAH KERAMBA JARING APUNG DI KELURAHAN HARANGGAOL
Keramba jaring apung adalah sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat sekitar Haranggaol, namun demikian dinas setempat tidak memiliki data pasti mengenai luas danau yang digunakan untuk perikanan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap jenis mata pencaharian ini. Masyarakat yang bermata pencaharian keramba jaring apung di masukan kedalam mata pencaharian pertanian. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara, luas keramba jaring apung di perairan Danau Toba adalah 357.168 Ha, luas tersebut untuk seluruh daerah pinggiran Danau Toba yang memiliki keramba dengan lima titik lokasi, yakni di Desa Sebaganding, Desa Sirungkungan, Desa Silima, Desa Simanindo, dan Desa Haranggaol.
Luas keramba yang terdapat di Kelurahan Haranggaol merupakan daerah yang paling luas, terdapat 361 kepala keluarga tanpa batasan maksimal. Namun, hingga saat ini perorangnya memiliki paling banyak 100 lobang keramba perkeluarga. Ada 20 petani yang memiliki 50 unit keramba, 50 orang dengan 30 unit serta 70 orang dengan 20 unit. Perunit keramba memiliki 2 lobang keramba, sehingga dapat di perhitungkan jumlah keramba yang terdapat di sekitar Desa Haranggaol adalah 10.0 10 lobang keramba jaring apung. 

Sementara masing­masing luas perpetaknya adalah 5×5 meter2/unitnya.
Data tersebut tidak ditemukan di kantor kelurahan yang terdapat di Haranggaol. Hal ini disebabkan oleh tidak tercantumnya jenis mata pencaharian keramba jaring apung di Haranggaol. Akan tetapi, data tersebut adalah data yang diperoleh peneliti dari lapangan bersama informan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:
Tabel 8 Jumlah Keramba Jaring Apung
No
Jumlah petani
Jumlah unit
Total unit
Jumlah /lobang (Jumlah unit×2)
1
20
50
1
2
2
50
30
1.5
3
3
70
20
1.4
2.8
4
221
5
1.105
2.21
Jumlah
361

5.005
10.01
Sumber: Perhitungan Pribadi bersama Informan di Lapangan (Helpi
Yohana, 2014)
Banyaknya jumlah keramba jaring apung yang terdapat di Haranggaol ini hampir menutupi seluruh danau. Berikut data yang diperhitungkan dari jumlah keramba yang di miliki masyarakat:

Tabel 9 Luas danau untuk Keramba Jaring Apung
No
Luas /unit
Jumlah unit
Luas permukaan danau yang digunakan untuk keramba
1
5×5 meter
2
10.000 meter 2
2
5 ×5 meter
3
15.000 meter 2
3
5×5 meter
2.8
14.000 meter 2
4
5×5 meter
2.21
11.050 meter 2
Jumlah
50.050 meter 2
Sumber: Perhitungan Pribadi bersama Informan di Lapangan (Helpi Yohana,
2014)
KEADAAN LINGKUNGAN
Haranggaol dengan luas 1.426,8 Ha di kelilingi oleh pegunungan yang menjulang tinggi membuat udara sangat dingin. Ditambah dengan luasnya hamparan Danau Toba membuat pemandangan di desa ini seperti sebuah lukisan alam. Pada pagi hari udara di desa ini cukup dingin, sementara pada siang hari udaranya panas kemudian kembali dingin di malam hari.
Masyarakat di Haranggaol dianugerahi alam yang luar biasa dan dari alam ini mereka diberikan kehidupan. Misalnya dari sekitar pegunungan, dahulu masyarakat menggantungkan hidup dengan mengolah tanah bebatuan dekat pegunungan. Mereka memanfaatnya untuk pertanian mangga, bawang putih dan pisang. Sempat menjadi sentra pertanian bawang putih dan pisang kejayaannya memudar paskah terjadi serangan hama. Kini keadaan itu berubah. Sepanjang perjalanan dari simpang Haranggaol menuju Desa Haranggaol yang dijumpai hanyalah gersangnya tanah di tambah beberapa pohon mangga yang hampir mati. Memang masih ada beberapa masyarakat yang masih mengolah tanah dengan memanam tomat. Akan tetapi nampaknya tidak menghasilkan, karena tomat tersebut kering dan mati kemudian biarkan begitu saja oleh pemiliknya.
Sementara di danau keadaannya berbeda dengan mati surinya pertanian. Danau seperti rumah pertama bagi penduduk Haranggaol, disana mereka menghabiskan waktunya untuk memelihara ikan. Untuk pendatang yang baru pertama kali berkunjung ke keramba jaring apung ini akan menghadapi bau yang kurang sedap. Bau ini berasal dari pakan ikan yang bertumpuk di sopo dan ikan­ikan yang mati dalam keramba memperburuk keadaan.
Perubahan air juga terlihat jelas, tidak ditemukan lagi air yang bersih nan jernih. Air telah menjadi air keruh yang berbau amis. Tumpukan enceng gondok dipingir keramba membuat pendatang tidak nyaman. Namun ketidak nyaman pendatang sepertinya bukan masalah bagi penduduk sebab dari keramba ini mereka menggantungkan harapan untuk hidup layak. Keadaan lingkungan yang mungkin tercemar tidak menjadi persoalan, yang penting adalah hasil panen jutaan rupiah bagi petani ikan.
PROFIL INFORMAN
Informan dalam penelitian ini adalah penduduk sekitar Haranggaol yang bermata pencaharian sebagai petani ikan dalam keramba jaring apung. Seluruh petani ikan adalah informan lapangan bagi peneliti. Peneliti mendapat informasi dari para petani ikan yang berkumpul di sebuah warung kopi usai selesai dari keramba, tidak dalam situasi yang formal sehingga membuat petani menjadi lebih nyaman dan terbuka dalam memberikan informasi. Menurut data yang diperoleh peneliti dari Asosiasi petani keramba Haranggaol terdapat di 361kepala keluarga petani ikan. Jumlah tersebut tersebar di 4 lokasi besar yakni Desa Sigunggungan, Tangga Batu, Haranggaol dan Purba Saribu. Jumlah petani yang paling banyak adalah di Haranggaol yakni sekitar 200 petani.
Peneliti tidak menghiraukan tempat tinggal para petani selama mereka masih tinggal di Desa Haranggaol, peneliti menganggap informasi yang diperoleh adalah data lapangan. Meskipun demikian peneliti memfokuskan wawancara kepada beberapa petani ikan dengan kriteria:
1.      Lamanya menjadi petani antara empat sampai lima belas tahun.
2.      Jumlah keramba yang dimiliki yakni antara 20-50 unit.
3.      Anak Sopo.
4.      Mantan pemilik keramba.
Orang-orang dengan kriteria ini, peneliti anggap mampu memberikan informasi yang jelas dalam proses pengelolaan keramba jaring apung yang telah dilakukan oleh petani selama ini. Informasi tersebut kemudian penulis analisis sesuai keperluan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1.              Nama                          : Janes Sitanggang
Umur                        : 56 Tahun
Jabatan : Kepala Desa Haranggaol (dahulu beliau juga adalah petani keramba jaring apung, hingga sewaktu serangan virus koi herves beliau menyerah dan berhenti)
Alamat                     : Haranggaol
2.              Nama                               : Ibu Purba
Umur                        : 34 Tahun
Jabatan              : Pegawai Kelurahan Haranggaol
Alamat                     : Haranggaol
3.              Nama                               : Toja Saragih
Umur                        : 36 Tahun
Alamat                  : Jalan Besar Haranggaol
Lama berkeramba : 4 Tahun (akan tetapi beliau sudah mengelola keramba selama 8 Tahun, beliau mengelola keramba milik ayahnya. Sampai ayahnya meninggal dan ia mengelola keramba sendiri)
Jumlah keramba        : 20 unit/40 lobang
Jumlah anggota           : 3 orang
4.              Nama                             : Jan Purba
Umur                        : 34 Tahun
Alamat                : Jalan Siboro, Haranggaol Pekan
Lama berkeramba : 6 Tahun
Jumlah keramba        : 30 unit/ 60 Lobang
Jumlah anggota           : 2 orang
5.              Nama                            : Gerhad Saragih
Umur                        : 56 Tahun
Alamat                     : Haranggaol
Lama berkeramba       : 12 Tahun
Jumlah keramba        : 50 unit/ 100 lobang
Jumlah anggota            : 4 orang
6.              Nama                            : Pak Rezky Saragih
Umur                        : 46 Tahun
Alamat                     : Haranggaol
Pekerjaan : Pemilik Toko Muara Jaya. Dahulu beliau adalah petani keramba dan penjual pakan ikan. Beliau berhenti menjadi petani setelah terjadi serangan virus koi herves. Modal yang diturunkan untukkolam dan pakan tertimbun pada sesama petani. Hingga beliau memutuskan untuk berhenti dan membuka usaha baru (perlengkapan rumah tangga dan perlengkapan untuk kolam).
7.      Nama                       : Sihite
Umur                        : 20 Tahun
Pekerjaan                : Anggota kolam
Lama berkerja                  : 2 Tahun
Asal                          : Tarutung
8.      Nama                             : Bang Saragih
Umur                        : 22 Tahun
Pekerjaan                : Anggota Kolam
Lama bekerja                 : 2,5 Tahun
Asal                          : Tarutung
Sebenarnya, masih ada informan lain akan tetapi beberapa informan tidak ingin namanya disebutkan. Sehingga untuk menghormatinya peneliti tidak mencantumkannya dalam daftar informan. Informan yang dicantumkan di atas merupakan informan yang selalu peneliti kunjungi secara intens selama masa pengumpulan data.