Tondang Par Nagori Purba Nauli Desa Nagori Purba Kec. Haranggaol Horisan Kab. Simalungun SUMUT
Photo Edisi Pulkam
Kamis, 13 Juli 2017
Desa Harang Gaol
GAMBARAN
UMUM DESA HARANGGAOL
Secara Administratif
Desa Haranggaol termasuk dalam wilayah Kelurahan Haranggaol kecamatan
Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun. Luas desa ini mencapai 1.493,8 Ha. Batas-batas
wilayah Desa Haranggaol terdiri dari:
1.
Sebelah Timur berbatasan
dengan Desa Bandar Saribu
2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba
3.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Siboro
4.
Sebelah Utara berbatasan
dengan Desa Tangga Batu
Selain Desa Haranggaol,
Kelurahan Haranggaol terdiri dari beberapa desa lainnya yaitu Desa Sigunggung, Desa Tangga Batu, Desa
Siboro, Desa Bandar Saribu, Desa Purba Saribu,
Desa Mariah Purba. Letak astronomi Desa Haranggaol secara umum terletak pada 2°48´46˝-2°52´31˝LU dan 98° 35´ 51˝-
94° 45´ 11˝ BT. Berada
pada ketinggian 751-1400 meter diatas permukaan laut dengan rata-rata suhunya adalah 28-39°. Keadaan iklimnya
adalah beriklim dingin.
Desa Haranggaol merupakan
sebuah kota Kecamatan Haranggaol Horisan. Desa ini berjarak 30 Km dari ibu kota kabupatennya yakni kota Raya.
Keadaan
alam Haranggaol di
kelilingi hamparan pegunungan, sebelah selatannya berbatasan langsung dengan luasnya
Danau Toba. Sementara kontruksi tanahnya Desa Haranggaol adalah berbatu-batuan.
Sepanjang perjalan
menuju Haranggaol, pemandangan yang tersaji adalah kosongnya lahan pertanian sehingga
tampak gersang. Memang ada beberapa lahan pertanian yang ditanami dengan tomat , akan tetapi tomat-tomat ini
seperti hidup segan mati tak mau dan
dibiarkan begitu saja. Tampak pula beberapa pohon mangga di pinggir jalan yang
kasusnya juga sama seperti tomat. Buah-buah kecil yang belum matang berjatuhan di
jalanan, buah-buah itu masih mentah namun sudah berjatuhan sehingga tidak menghasilkan.
Memasuki wilayah
perkampungan, dapat dilihat perumahan yang bertingkat dengan bangunan batu berderet membelakangi Danau Toba. Tidak tampak seperti wilayah pedesaan
Batak yang terkenal dengan rumah-rumah panggung. Memang hampir seluruh perumahan Batak sudah berubah menjadi
perumahan yang lazim dilihat diperkotaan.
Haranggaol memiliki
sebuah pasar tradisional bernama Tiga
Langgiung yang artinya pasar di
tepi danau, karena lokasinya yang berdekatan dengan danau. Dahulu pasar dibuka dua kali seminggu
setiap senin dan kamis. Sekarang, pasar tradisional ini dibuka sekali seminggu
yakni setiap senin. Menurut warga hal ini disebabkan tidak adanya hasil pertanian seperti waktu dulu ditambah
merosotnya pariwisata.
Dahulu Haranggaol
merupakan daerah tujuan wisata yang cukup dihandalkan oleh Kabupaten Simalungun. Terdapat beberapa objek wisata di tempat ini yakni pantai Sigunggung,
pantai Sigumba. Dekat dengan pantai-pantai ini terdapat fasilitas penginapan.
Akan tetapi penginapan ini sepertinya mati suri saat ini, tidak ada wisatawan yang berkunjung bahkan
karena tidak adanya pengunjung yang menginap
menyebabkan para pengusaha hotel ini beralih mata pencaharian menjadi petani
keramba (Skripsi Keristina Ginting, Peralihan
Mata Pencaharian Masyarakat dari sektor pariwisata ke sektor
perikanan, Sosiologi USU, 2009).
Kini pemandangan yang
terlihat setiap hari di Haranggaol adalah lalu lalangnya mobil pengangkut ikan hasil panen dan pengangkut
bibit. Pada malam hari, hasil panen akan
dibawa ke kota sedangkan pagi hari mobil pickup pengangkut bibit sampai dari berbagai tempat seperti
Rantau Parapat, Padang, Palembang, Jawa dan
lainnya. Namun ketika ruas kanan dan kiri berpapasan pickup penganggkut ikan, maka salah satu
mobil harus mengalah dan menyudutkan mobilnya
hampir mendekati jurang. Hal ini terjadi karena jalan di desa ini tidak cukup untuk dilalui
oleh dua mobil sekaligus.
Desa Haranggaol adalah
sebuah desa yang terletak di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun. Dulunya Desa Haranggaol bernama Desa Tiga Linggiung yang artinya adalah pasar
di pesisir pantai danau yang
menjual berbagai jenis hasil pertanian dari desa sekitar
Danau Toba. Pada tahun
1960 nama desa ini diubah menjadi Desa Haranggaol. Jika dipisahkan dari suku katanya Harang artinya ladang sedangkan Gaol artinya pisang, maka secara harfiah Haranggaol merupakan ladang pisang.
Pada tahun tersebut
masyarakat Desa Linggiung yang telah diubah menjadi Desa Haranggaol mayoritasnya adalah petani pisang. Pada saat itu
juga, pisang dari tempat ini
terkenal di Simalungun sehingga perpindahan nama tersebut sangat tepat. Seiring pertumbuhan penduduk pada
tahun 1974 Desa Haranggaol diubah menjadi
Kelurahan Haranggaol. Mulanya kantor kelurahan terletak
di pinggir danau, namun pada tahun 1985 kantor terhempas ombak sehingga hampir seluruh bangunan rusak parah.
Kemudian kantor ini dipindah ke balai
desa yang berada tidak jauh dari kantor sebelumnya. Sehingga sampai saat ini kantor kelurahan ini masih berbentuk kantor
balai desa.
Penduduk asli Haranggaol
adalah suku Simalungun ditambah dengan pendatang seperti suku Toba, Karo dan Jawa serta Padang. Hingga saat ini
Desa Haranggaol bermayoritas
suku Simalungun dengan bahasa Simalungun. Masyarakat Haranggaol hidup rukun dan saling berdampingan.
Bahasa merupakan sarana
dalam melakukan pergaulan manusia dalam komunikasinya. Itulah sebabnya bahasa merupakan satu unsur penting dalam kebudayaan. Indonesia yang memiliki
keberagaman budaya dipersatukan dengan bahasa nasional yakni bahasa Indonesia. Meskipun demikian di
pelosok-pelosok tanah air masih banyak
suku bangsa yang masih menggunakan bahasa daerahnya sebagai alat komunikasi.
Begitupula yang terdapat
di daerah penelitian ini, bahasa yang sering dipergunakan adalah bahasa Simalungun. Hal ini disebabkan
mayoritas penduduk di desa ini adalah suku
bangsa Simalungun. Memang ada suku lain seperti Batak Toba, Karo, Jawa dan Padang. Namun,
mereka juga menggunakan bahasa Simalungun
pada saat bertemu dengan orang Batak. Suku bangsa pendatang ini beradaptasi dengan
baik sehingga terjadi akulturasi19. Akan tetapi para pendatang ini juga tidak menghilangkan kebudayaan aslinya. Seperti
saat berkomunikasi dengan warga dari suku
yang sama, mereka akan menggunakan bahasa daerah mereka. Penggunaan bahasa Simalungun juga berdasarkan
konteks, misalnya saat berbicara dengan orang
yang lebih tua menggunakan kata “nasiam/ham”
dan menghindari kata “ambia” karena dianggap tidak sopan. Kata
ambia digunakan untuk tutur sebaya.
Penyebutan masyarakat
untuk keramba jaring apung adalah kolam atau
beberapa informan juga menyebutkannya dengan
sebutan tambak. Sehingga ketika peneliti dalam tulisannya menyebutkan
kolam berarti yang di maksud adalah keramba jaring apung.
POLA
PERMUKIMAN PENDUDUK DAN PEMANFATAAN RUANG
Pola permukiman
menunjukan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal
menetap serta melakukan kegiatan atau aktivitasnya sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai suatu daerah
dimana penduduk terkonsentrasi dan
hidup bersama menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan
hidupnya. Begitu pula dengan desa Haranggaol telah mengalami beberapa kali
perubahan permukiman untuk
mempertahankan, mengembangkan serta melangsungkan kehidupannya.
Persebaran bentuk
permukiman pada desa ini berada di sekitar pinggiran Danau Toba. Bentuk rumah yang
membelakangi danau dan saling berhadapan dengan rumah lainnya. Adapula rumah yang membelakangi pegunungan seperti disekitar jalan Siboro, Desa Haranggaol jalan besar.
Rumah-rumah tersebut membelakangi
perbukitan dan berhadapan dengan Tiga.
Menurut informasi yang
peneliti kumpulkan di lapangan, kondisi rumah pada sekitar 1974-an berupa rumah bara20. Kemudian pada tahun 1990-an bentuk rumah berganti menjadi rumah semi
permanen hingga saat ini sudah menjadi rumah batu permanen bertingkat. Perubahan bentuk rumah ini disebabkan
oleh perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi. Anak-anak penduduk yang mengadu nasib di kota kemudian membenahi rumahnya seperti bentuk-bentuk rumah di kota. Dan banyak diantara
penduduk yang merubah rumahnya disebabkan
pendapatan dari sektor perikanan dalam keramba jaring apung di danau.
Pendapatan dari sektor
jaring apung juga mengambil alih dalam perubahan yang terjadi di Haranggaol. Menurut beberapa informan
ketika bertani, berdagang dan
berpariwisata, pendapatan mereka hanya cukup untuk sekolah anak, dan kebutuhan sehari-hari. Hingga kemudian
saat beralih pada mata pencaharian keramba jaring apung mereka mendapat keuntungan yang besar dan mulai bisa
membangun perumahan, membeli kendaraan dan menambah aset lain.
Saat ini, seluruh rumah
di Desa Haranggaol telah memakai jasa perusahaan listrik Negara (PLN). Untuk mendapatkan air dahulu masyarakat langsung memanfaatkan air sekitar
danau. Namun, saat ini masyarakat tidak perlu kesusahan untuk mendapatkan air bersih tersebut. Sebab, di
kelurahan ini telah memiliki sarana air bersih yang dikelola oleh PAM dan di
aliri kerumah-rumah penduduk.
Dahulu penduduk desa ini
memanfaatkan lahan perbukitan sebagai pertanian bawang dan pisang serta mangga. Hingga pada tahun 2000-an pemanfaatan lahan berkurang hampir
70%. Penurunan ini terjadi setelah serangan hama pada tanaman pertanian. Saat ini pemanfaatan ruang di Desa
Haranggaol adalah memanfaatkan
Danau Toba menjadi sentra perikanan ikan nila.
Desa Haranggaol ini merupakan sebuah
perkampungan yang bersifat geneologis territorial21. Selain dihuni oleh
suku Simalungun, Haranggaol dihuni oleh penduduk pendatang seperti suku Batak Toba, Karo, Jawa, Padang.
Dengan demikian mayoritas suku
di Haranggaol ini adalah suku Batak Simalungun dengan Marga Saragih, Sinaga , Purba dan sedikit bermarga
Silalahi, Aritonang, Sirait, Nainggolan dan lain-lain.
SARANA
JALAN DAN ANGKUTAN
Sarana jalan yang
terdapat di daerah penelitian berada dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini dirasakan oleh
peneliti berserta penumpang lain yang menuju Desa Haranggaol ini, misalnya sepanjang jalan simpang
Haranggaol menuju Haranggaol. Pada lokasi
ini terdapat sejumlah lubang aspal yang membahayakan pengendara. Itulah sebabnya para
pengendara diharuskan berhati-hati jika melewati lokasi ini. Namun demikian Desa Haranggaol telah memiliki jalan
yang menghubungkan satu
kelurahan ke kelurahan lain, satu desa menuju desa lain, bahkan dari desa menuju kota.
Sarana transportasi yang digunakan
ke Haranggaol adalah angkutan umum berupa bis
dengan merek angkutan CV. Sinar Sepadan
trayek Saribu dolokHaranggaol. Mobil
tersebut digunakan untuk mengangkut penumpang menuju ke Kaban Jahe. Jadi penumpang dengan tujuan ke
Haranggaol hanya sampai di simpang Haranggaol, harus melanjutkan
perjalanan dengan angkutan sepadan yang
berangkat setiap 30 menit sampai 1 jam sekali atau paling tidak, sampai angkutan tersebut penuh.
Alternatif lain menuju
Haranggaol adalah menggunakan taksi milik warga sekitar
yang dapat dihubungi langsung. Taksi ini mengantarkan penumpang sampai tujuan dengan tarif Rp 40.000. Sedangkan
transportasi yang digunakan untuk
mengangkut hasil ternak ikan, masyarakat menggunakan mobil truk berupa colt
diesel dan mobil pick-up kecil lainnya. Transportasi
lainnya adalah kendaraan pribadi
penduduk sekitar seperti sepeda motor.
Transportasi yang tidak
kalah penting untuk penduduk Haranggaol adalah kapal bermotor. Kapal ini digunakan untuk mengangkut
keperluan kolam seperti pakan, bibit dan hasil
panen serta keperluan lainnya. Sebenarnya kapal bermotor ini adalah angkutan wajib yang harus
dimiliki para petani, akan tetapi tidak semua memiliki kapal bermotor namun paling tidak mereka memiliki
sampan.
SARANA
KESEHATAN
Desa Haranggaol memang
tidak memiliki rumah sakit, namun terdapat sebuah puskesmas dan sebuah balai
kesehatan desa yang dipergunakan untuk imunisasi setiap bulannya bagi balita dan konsultasi bagi para ibu hamil.
Tingkat kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan cukup baik, dibuktikan ketika masyarakat sakit mereka akan mengunjungi para ahli
kesehatan (Bidan) terdekat untuk diperiksa dan
mendapatkan penangan berupa obat. Untuk memudahkan melihat jumlah sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Haranggaol
dapat dilihat melalui tabel berikut
ini:
Tabel 1 Sarana
kesehatan
No
|
Sarana Kesehatan
|
Jumlah
|
1
|
Puskesmas
|
1
|
2
|
Polindes
|
3
|
3
|
Balai Pengobatan
|
2
|
Jumlah
|
6
|
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol
2014
SARANA
PENDIDIKAN
Daerah Kelurahan
Haranggaol memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Gedung sekolah tersebut
adalah 1 gedung taman kanak-kanak, 4 gedung sekolah dasar yakni: SDN 1 Haranggaol, SDN 2 Haranggaol, SDN Purba
Saribu, SD Inpres Tangga Batu
dan 2 gedung sekolah menengah pertama yaitu SMP GKPS Haranggaol dan SMP Santo
Agustinus Haranggaol. Sementara untuk sekolah menengah atas masyarakat harus sekolah di luar Haranggaol,
umumnya para orangtua memilih menyekolahkan anaknya di
kota seperti Saribudolok, Siantar dan Medan.
Sarana pendidikan ini
diharapkan dapat membangun motivasi bagi masyarakat sekitar Haranggaol mengenai pentingnya pendidikan pada usia
dini. Sehingga, dapat
memperbaiki sumber daya manusia di desa ini. untuk memudahkan dalam melihat jumlah gedung
sekolah sekolah di kelurahan Haranggaol
maka dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 2 Sarana
Pendidikan di Kelurahan Haranggaol
No
|
Jenis Sekolah
|
Nama dan Tempat
sekolah
|
Jumlah
|
1
|
Taman Kanak-kanak
|
TK Santo Fransiskus
jalan Besar Haranggaol
|
1
|
2
|
Sekolah Dasar
|
1.
Sekolah Dasar Negeri 1
Haranggaol
|
4
|
2.
Sekolah Dasar Negeri 2
Haranggaol
|
|||
3.
Sekolah Negeri Purba
Saribu
|
|||
4.
Sekolah Inpres Tangga
Batu
|
|||
3
|
Sekolah Menengah
Pertama
|
1.
Sekolah Menengah
Pertama GKPS Haranggaol
|
2
|
2.
Sekolah Menengah
Pertama Santo Agustinus Haranggaol
|
|||
Jumlah
|
7
|
Sumber: Kantor Kelurahan
Haranggaol 2014
KEADAAN PENDUDUK
Keadaan penduduk
Haranggaol cukup beragam dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi. Di desa ini
rata-rata masyarakatnya bertaraf kehidupan menengah ke atas. Di desa ini bangunannya berbentuk permanen dengan rumah
bertingkat dengan
fasilitas lengkap bahkan seluruh penduduknya memiliki kendaraan bermotor. Taraf kehidupan ini
dikarenakan mata pencaharian keramba, karena sebelumnya masyarakat hanya mampu menghidupi kebutuhan sehariharinya tanpa memikir kebutuhan
tersier. Meskipun beberapa dari penduduk bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil tetapi mereka tetap menggantungkan kehidupannya dari
keramba. Untuk lebih mengetahui bagaimana keadaan penduduk di Desa Haranggaol akan penulis akan uraikan secara
rinci dalam sub judul berikut:
JUMLAH
PENDUDUK
Jumlah penduduk Kelurahan
Haranggaol dalam data statistik tahun 2014 yang diperoleh dari kantor Kelurahan Haranggaol adalah 916 kepala
keluarga dengan jumlah penduduk
3202 jiwa. Dengan berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1402 dan perempuan berjumlah 1800.
Jumlah penduduk pada masyarakat Kelurahan Haranggaol tersebar dalam 1 1RT. Untuk lebih jelasnya mengenai penyebaran penduduk pada masyarakat
kelurahan Haranggaol dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Penyebaran
Jumlah Penduduk berdasarkan RT di Kelurahan Haranggaol
No
|
Nama RT
|
Nama Dusun
|
Jumlah Jiwa
|
1
|
RT I
|
Dusun Sigunggung
|
538
|
2
|
RT II
|
Dusun Tangga Batu
|
474
|
3
|
RT III
|
Dusun Siboro
|
378
|
4
|
RT IV
|
Dusun Haranggaol
|
346
|
5
|
RT V
|
Dusun Haranggaol
|
282
|
6
|
RT VI
|
Dusun Haranggaol
|
250
|
7
|
RT VII
|
Dusun Bandar Saribu
|
218
|
8
|
RT VIII
|
Dusun Bandar Saribu
|
190
|
9
|
RT IX
|
Dusun Purba Saribu
|
182
|
10
|
RT X
|
Dusun Purba Saribu
|
178
|
11
|
RT XI
|
Dusun Mariah Purba
|
166
|
Jumlah
|
3202
|
Sumber:
Kantor Kelurahan Haranggaol 2014
Berdasarkan tabel
tersebut , jumlah penduduk di desa Haranggaol yakni RT IV sampai RT VI pada tahun 2014
terdapat 878 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di tiga wilayah lingkungan dengan
227 KK. Keterangan lebih jelas dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4 Jumlah Penduduk
Dusun Haranggaol
|
Jumlah Jiwa
|
Jumlah KK
|
I
|
346
|
110
|
II
|
282
|
57
|
III
|
250
|
60
|
Jumlah
|
878
|
227
|
Sumber: Data Statistik Desa
Haranggaol 2014
KOMPSISI
PENDUDUK
Komposisi penduduk di Desa
Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan dapat dikelompokkan berdasarkan agama, mata pencaharian dan pendidikan.
KOMPOSISI
PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA
Masyarakat Kelurahan
Haranggaol mayoritas beragama Kristen Protestan, ini disebabkan karena mayoritas suku di daerah ini
Simalungun dan Toba. Dimana diketahui
bahwa umumnya suku yang bersuku Batak beragama Kristen, begitu pula di Haranggaol ini. Agama
Kristen ini kemudian dikategorikan lagi menjadi Protestan dan Katolik. Namun selain kedua agama ini
terdapat pula agama Islam yang
di anut oleh suku Jawa dan Padang. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk pada masyarakat kelurahan
Haranggaol dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 5 Komposisi
Penduduk Berdasarkan Agama
No
|
Agama
|
Jumlah
|
Persentase
|
1
|
Kristen Protestan
|
615
|
70%
|
2
|
Katolik
|
246
|
28%
|
3
|
Islam
|
17
|
2%
|
4
|
Budha
|
-
|
-
|
5
|
Hindu
|
-
|
-
|
Sumber: Kantor Kelurahan
Haranggaol 2014 2.8.2.2
KOMPOSISI
PENDUDUK BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN
Ada beberapa jenis mata
pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Haranggaol seperti petani, perikanan
dalam Keramba Jaring Apung (KJA), pedagang, wiraswasta (pemilik Hotel, Penginapan) dan Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Untuk mata
pencaharian perikanan belum tercatat sebagai jenis mata pencaharian yang resmi di kelurahan ini meskipun hampir
80% masyarakat memiliki keramba jaring
apung. Menurut Kepala Desa Kelurahan Haranggaol, peternakan KJA di akumulasikan pada jenis mata pencaharian pertanian.
Untuk lebih jelasnya persentase mata
pencaharian di kelurahan Haranggaol ini dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 6 Komposisi
Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
Persentase
|
1
|
Pegawai Negeri Sipil
|
4
|
0.50%
|
2
|
Petani
|
474
|
54%
|
3
|
Supir
|
9
|
1%
|
4
|
Pedagang/Pengusaha
|
53
|
6%
|
5
|
Pensiunan
|
4
|
0.50%
|
6
|
Usia Sekolah
|
325
|
37%
|
7
|
Lain-lain
|
9
|
1%
|
Jumlah
|
878
|
100%
|
Sumber : Kantor Kelurahan Haranggaol
2014
KOMPOSISI
PENDUDUK BERDASARKAN PENDIDIKAN
Masyarakat Kelurahan
Haranggaol sebenarnya sudah sadar akan pentingnya pendidikan, hal ini ditandai dengan sudah banyaknya masyarakat
yang telah lulus dari bangku
SMA. Tetapi kebanyakan masyarakat Haranggaol hanya tamat SMA dan tidak melanjutkan ke
perguruan tinggi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya minat pemuda-pemudi setempat dan keterbatasan ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui
tabel berikut ini:
Tabel 7 Komposisi
Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
1
|
Tidak/Belum sekolah
|
44
|
2
|
Tamat SD
|
35
|
3
|
Tamat SLTP
|
138
|
4
|
Tamat SMA
|
354
|
5
|
Sedang duduk di bangku SD
|
105
|
6
|
Sedang duduk di bangku SLTP
|
53
|
7
|
Sedang duduk di Bangku SMA
|
88
|
8
|
Perguruan tinggi/lulus perguruan tinggi
|
61
|
Jumlah
|
878
|
Sumber: Kantor Kelurahan Haranggaol
2014
Data ini menunjukan
tingkat pendidikan masyarakat Haranggaol sudah tergolong masyarakat yang
berpendidikan. Memang masih ada yang hanya tamat SD dan
SMP, namun golongan ini adalah penduduk yang sudah lansia. Berkembangnya pendidikan di daerah ini tidak
terlepas dari sarana sekolah yang ada di Kelurahan Haranggaol dan keinginan
orangtua agar anaknya mendapat pendidikan
yang lebih baik sehingga dapat membangun Haranggaol.
Keramba jaring apung (cage culture) adalah sistem budidaya
dalam wadah berupa jaring yang
mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk, sungai, selat dan teluk.
Sistem ini terdiri dari beberapa
komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi dan rumah jaga.
Kantong jaring terbuat dari bahan polyethelene
dan polyp rop helene dengan berbagai ukuran mata jaring dan berbagai
ukuran benang, berfungsi sebagai
wadah untuk pemeliharaan dan treatment ikan. Pelampung terbuat dari drum plastik, drum besi bervolume
200 liter, Styrofoam/gabus yang dibungkus dengan kain terpal yang berfungsi untuk mempertahankan kantong jaring tetap
mengapung di dekat permukaan air (Seputar Informasi Perikanan dan
Kelautan, 2008). Rochdianto (2005) menambahkan, keramba jaring apung ditempatkan dengan kedalaman perairan 5-10 meter.
LUAS
DAN JUMLAH KERAMBA JARING APUNG DI KELURAHAN HARANGGAOL
Keramba jaring apung
adalah sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat sekitar Haranggaol, namun demikian dinas setempat tidak
memiliki data pasti mengenai luas
danau yang digunakan untuk perikanan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
pengakuan pemerintah terhadap jenis mata pencaharian ini. Masyarakat yang bermata pencaharian keramba jaring apung
di masukan kedalam mata pencaharian pertanian.
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Sumatera Utara, luas keramba jaring apung di perairan Danau Toba adalah 357.168 Ha, luas
tersebut untuk seluruh daerah pinggiran
Danau Toba yang memiliki keramba dengan lima titik lokasi, yakni di Desa Sebaganding, Desa Sirungkungan, Desa Silima,
Desa Simanindo, dan Desa Haranggaol.
Luas keramba yang
terdapat di Kelurahan Haranggaol merupakan daerah yang paling luas, terdapat 361
kepala keluarga tanpa batasan maksimal. Namun, hingga saat ini perorangnya memiliki paling banyak 100
lobang keramba perkeluarga. Ada 20
petani yang memiliki 50 unit keramba, 50 orang dengan 30 unit serta 70 orang dengan 20 unit.
Perunit keramba memiliki 2 lobang keramba, sehingga
dapat di perhitungkan jumlah keramba yang terdapat di sekitar Desa Haranggaol adalah 10.0 10 lobang
keramba jaring apung.
Sementara masingmasing luas perpetaknya adalah 5×5 meter2/unitnya.
Sementara masingmasing luas perpetaknya adalah 5×5 meter2/unitnya.
Data tersebut tidak
ditemukan di kantor kelurahan yang terdapat di Haranggaol. Hal ini disebabkan oleh tidak tercantumnya
jenis mata pencaharian keramba jaring apung di
Haranggaol. Akan tetapi, data tersebut adalah data yang diperoleh peneliti dari lapangan
bersama informan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:
Tabel 8 Jumlah Keramba
Jaring Apung
No
|
Jumlah petani
|
Jumlah unit
|
Total unit
|
Jumlah /lobang (Jumlah unit×2)
|
1
|
20
|
50
|
1
|
2
|
2
|
50
|
30
|
1.5
|
3
|
3
|
70
|
20
|
1.4
|
2.8
|
4
|
221
|
5
|
1.105
|
2.21
|
Jumlah
|
361
|
5.005
|
10.01
|
Sumber:
Perhitungan Pribadi bersama Informan di Lapangan (Helpi
Yohana, 2014)
Yohana, 2014)
Banyaknya jumlah keramba
jaring apung yang terdapat di Haranggaol ini hampir menutupi seluruh danau. Berikut data yang
diperhitungkan dari jumlah keramba
yang di miliki masyarakat:
Tabel 9 Luas danau
untuk Keramba Jaring Apung
No
|
Luas /unit
|
Jumlah unit
|
Luas permukaan danau yang digunakan untuk
keramba
|
1
|
5×5 meter
|
2
|
10.000 meter 2
|
2
|
5 ×5 meter
|
3
|
15.000 meter 2
|
3
|
5×5 meter
|
2.8
|
14.000 meter 2
|
4
|
5×5 meter
|
2.21
|
11.050 meter 2
|
Jumlah
|
50.050 meter 2
|
Sumber: Perhitungan Pribadi bersama
Informan di Lapangan (Helpi Yohana,
2014)
KEADAAN
LINGKUNGAN
Haranggaol dengan luas
1.426,8 Ha di kelilingi oleh pegunungan yang menjulang tinggi membuat udara sangat dingin. Ditambah
dengan luasnya hamparan Danau Toba
membuat pemandangan di desa ini seperti sebuah lukisan alam. Pada pagi hari
udara di desa ini cukup dingin, sementara pada siang hari udaranya panas
kemudian kembali dingin di malam hari.
Masyarakat di Haranggaol
dianugerahi alam yang luar biasa dan dari alam ini
mereka diberikan kehidupan. Misalnya dari sekitar pegunungan, dahulu masyarakat
menggantungkan hidup dengan mengolah tanah bebatuan dekat pegunungan. Mereka memanfaatnya untuk pertanian
mangga, bawang putih dan pisang.
Sempat menjadi sentra pertanian bawang putih dan pisang kejayaannya memudar paskah terjadi serangan hama. Kini keadaan
itu berubah. Sepanjang perjalanan
dari simpang Haranggaol menuju Desa Haranggaol yang dijumpai hanyalah gersangnya tanah di tambah beberapa pohon
mangga yang hampir mati. Memang
masih ada beberapa masyarakat yang masih mengolah tanah dengan memanam tomat. Akan tetapi nampaknya tidak
menghasilkan, karena tomat tersebut
kering dan mati kemudian biarkan begitu saja oleh pemiliknya.
Sementara di danau
keadaannya berbeda dengan mati surinya pertanian. Danau seperti rumah pertama bagi
penduduk Haranggaol, disana mereka menghabiskan waktunya untuk memelihara ikan. Untuk pendatang yang baru pertama kali berkunjung ke keramba
jaring apung ini akan menghadapi bau yang kurang sedap. Bau ini berasal dari pakan ikan yang bertumpuk di sopo dan ikanikan yang mati dalam keramba
memperburuk keadaan.
Perubahan air juga
terlihat jelas, tidak ditemukan lagi air yang bersih nan jernih. Air telah menjadi air keruh
yang berbau amis. Tumpukan enceng gondok dipingir keramba membuat pendatang tidak nyaman. Namun ketidak nyaman pendatang sepertinya bukan masalah bagi penduduk sebab
dari keramba ini mereka menggantungkan
harapan untuk hidup layak. Keadaan lingkungan yang mungkin tercemar
tidak menjadi persoalan, yang penting adalah hasil panen jutaan rupiah bagi petani ikan.
PROFIL
INFORMAN
Informan dalam
penelitian ini adalah penduduk sekitar Haranggaol yang bermata pencaharian sebagai petani
ikan dalam keramba jaring apung. Seluruh petani ikan adalah informan lapangan
bagi peneliti. Peneliti mendapat informasi dari para petani ikan yang berkumpul
di sebuah warung kopi usai selesai dari keramba, tidak dalam situasi yang formal sehingga membuat petani menjadi
lebih nyaman dan terbuka dalam
memberikan informasi. Menurut data yang diperoleh peneliti dari Asosiasi petani
keramba Haranggaol terdapat di 361kepala keluarga petani ikan. Jumlah tersebut tersebar
di 4 lokasi besar yakni Desa Sigunggungan, Tangga Batu, Haranggaol dan Purba Saribu. Jumlah petani yang paling
banyak adalah di Haranggaol yakni sekitar 200 petani.
Peneliti tidak
menghiraukan tempat tinggal para petani selama mereka masih tinggal di Desa Haranggaol,
peneliti menganggap informasi yang diperoleh adalah data lapangan. Meskipun demikian peneliti
memfokuskan wawancara kepada beberapa petani
ikan dengan kriteria:
1.
Lamanya menjadi petani
antara empat sampai lima belas tahun.
2.
Jumlah keramba yang
dimiliki yakni antara 20-50 unit.
3.
Anak Sopo.
4.
Mantan pemilik keramba.
Orang-orang dengan
kriteria ini, peneliti anggap mampu memberikan informasi yang jelas dalam proses pengelolaan
keramba jaring apung yang telah dilakukan oleh petani selama ini. Informasi tersebut kemudian penulis analisis
sesuai keperluan. Adapun yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1.
Nama : Janes Sitanggang
Umur :
56 Tahun
Jabatan : Kepala Desa Haranggaol (dahulu beliau juga adalah petani keramba jaring apung, hingga
sewaktu serangan virus koi herves
beliau menyerah dan berhenti)
Alamat : Haranggaol
2.
Nama : Ibu Purba
Umur :
34 Tahun
Jabatan : Pegawai Kelurahan Haranggaol
Alamat : Haranggaol
3.
Nama : Toja Saragih
Umur :
36 Tahun
Alamat : Jalan Besar Haranggaol
Lama berkeramba : 4 Tahun (akan tetapi beliau sudah mengelola keramba selama 8 Tahun, beliau
mengelola keramba milik ayahnya.
Sampai ayahnya meninggal dan ia mengelola keramba
sendiri)
Jumlah keramba : 20 unit/40 lobang
Jumlah anggota : 3 orang
4.
Nama : Jan Purba
Umur :
34 Tahun
Alamat : Jalan Siboro, Haranggaol Pekan
Lama berkeramba : 6 Tahun
Jumlah keramba : 30 unit/ 60 Lobang
Jumlah anggota : 2 orang
5.
Nama : Gerhad Saragih
Umur :
56 Tahun
Alamat : Haranggaol
Lama berkeramba : 12 Tahun
Jumlah keramba : 50 unit/ 100 lobang
Jumlah anggota : 4 orang
6.
Nama : Pak Rezky Saragih
Umur :
46 Tahun
Alamat : Haranggaol
Pekerjaan : Pemilik Toko Muara Jaya. Dahulu beliau adalah petani keramba dan penjual pakan ikan. Beliau berhenti menjadi petani setelah terjadi serangan virus koi herves. Modal yang diturunkan untukkolam
dan pakan tertimbun pada sesama petani. Hingga
beliau memutuskan untuk berhenti dan membuka
usaha baru (perlengkapan rumah tangga dan perlengkapan untuk kolam).
7.
Nama : Sihite
Umur :
20 Tahun
Pekerjaan : Anggota kolam
Lama berkerja : 2
Tahun
Asal :
Tarutung
8.
Nama : Bang Saragih
Umur :
22 Tahun
Pekerjaan : Anggota Kolam
Lama bekerja : 2,5 Tahun
Asal :
Tarutung
Sebenarnya, masih ada
informan lain akan tetapi beberapa informan tidak ingin namanya disebutkan. Sehingga untuk menghormatinya peneliti
tidak mencantumkannya dalam daftar
informan. Informan yang dicantumkan di atas merupakan informan yang selalu peneliti kunjungi secara intens selama
masa pengumpulan data.
Langganan:
Postingan (Atom)