Secara Administratif Desa Haranggaol termasuk dalam wilayah Kelurahan
Haranggaol kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun. Luas desa ini mencapai 1.493,8 Ha.
Batas-batas wilayah Desa Haranggaol terdiri dari:
1.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bandar Saribu
2.
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Danau Toba
3.
Sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Siboro
4.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tangga Batu
Selain Desa Haranggaol, Kelurahan Haranggaol terdiri dari beberapa desa lainnya yaitu Desa
Sigunggung, Desa Tangga Batu, Desa Siboro, Desa Bandar Saribu, Desa Purba Saribu,
Desa Mariah Purba. Letak astronomi Desa Haranggaol secara umum terletak pada 2°48´46˝-2°52´31˝LU
dan 98° 35´ 51˝- 94° 45´ 11˝ BT. Berada pada ketinggian 751-1400 meter diatas permukaan
laut dengan rata-rata suhunya adalah
28-39°. Keadaan iklimnya adalah beriklim dingin.
Desa Haranggaol merupakan sebuah kota Kecamatan Haranggaol Horisan. Desa ini berjarak 30 Km
dari ibu kota kabupatennya yakni kota Raya. Keadaan alam
Haranggaol di kelilingi hamparan pegunungan, sebelah selatannya berbatasan langsung
dengan luasnya Danau Toba. Sementara kontruksi tanahnya Desa Haranggaol adalah
berbatu-batuan.
Sepanjang perjalan menuju Haranggaol, pemandangan yang tersaji adalah kosongnya lahan
pertanian sehingga tampak gersang. Memang ada beberapa lahan pertanian yang ditanami
dengan tomat , akan tetapi tomat-tomat ini seperti hidup segan mati tak mau dan
dibiarkan begitu saja.
Tampak pula beberapa pohon mangga di pinggir jalan
yang kasusnya juga sama seperti tomat. Buah-buah kecil yang belum matang
berjatuhan di jalanan, buah-buah itu masih mentah namun sudah berjatuhan
sehingga tidak menghasilkan.
Memasuki wilayah perkampungan, dapat dilihat perumahan yang bertingkat dengan
bangunan batu berderet membelakangi Danau Toba. Tidak tampak seperti wilayah
pedesaan Batak yang terkenal dengan rumah-rumah panggung.
Memang hampir
seluruh perumahan Batak sudah berubah menjadi perumahan yang lazim dilihat
diperkotaan.
Haranggaol memiliki sebuah pasar tradisional bernama Tiga Langgiung yang artinya pasar di tepi danau, karena lokasinya yang berdekatan dengan
danau. Dahulu pasar dibuka dua kali seminggu setiap senin dan kamis. Sekarang,
pasar tradisional ini dibuka sekali seminggu yakni setiap senin. Menurut warga
hal ini disebabkan tidak adanya hasil pertanian seperti waktu dulu ditambah
merosotnya pariwisata.
Dahulu Haranggaol merupakan daerah tujuan wisata yang cukup dihandalkan oleh
Kabupaten Simalungun.
Terdapat beberapa objek wisata di tempat ini yakni pantai
Sigunggung, pantai Sigumba. Dekat dengan pantai-pantai ini terdapat fasilitas
penginapan. Akan tetapi penginapan ini sepertinya mati suri saat ini, tidak ada
wisatawan yang berkunjung bahkan karena tidak adanya pengunjung yang menginap
menyebabkan para pengusaha hotel ini beralih mata pencaharian menjadi petani
keramba.
Kini pemandangan yang terlihat setiap hari di Haranggaol adalah lalu lalangnya mobil pengangkut ikan hasil panen dan pengangkut bibit. Pada malam hari, hasil panen akan dibawa ke kota sedangkan pagi hari mobil pickup pengangkut bibit sampai dari berbagai tempat seperti Rantau Parapat, Padang, Palembang, Jawa dan lainnya. Namun ketika ruas kanan dan kiri berpapasan pickup penganggkut ikan, maka salah satu mobil harus mengalah dan menyudutkan mobilnya hampir mendekati jurang. Hal ini terjadi karena jalan di desa ini tidak cukup untuk dilalui oleh dua mobil sekaligus.
Haranggaol dengan luas 1.426,8 Ha di kelilingi oleh
pegunungan yang menjulang tinggi membuat udara sangat dingin. Ditambah dengan luasnya hamparan Danau Toba
membuat pemandangan di desa ini seperti sebuah lukisan alam. Pada pagi hari
udara di desa ini cukup dingin, sementara pada siang hari udaranya panas
kemudian kembali dingin di malam hari.
Masyarakat di Haranggaol dianugerahi alam yang luar
biasa dan dari alam ini mereka
diberikan kehidupan. Misalnya dari sekitar pegunungan, dahulu masyarakat
menggantungkan hidup dengan mengolah tanah bebatuan dekat pegunungan. Mereka memanfaatnya untuk pertanian
mangga, bawang putih dan pisang.
Sempat menjadi sentra pertanian bawang putih dan pisang kejayaannya memudar paskah terjadi serangan hama. Kini keadaan
itu berubah. Sepanjang perjalanan
dari simpang Haranggaol menuju Desa Haranggaol yang dijumpai hanyalah gersangnya tanah di tambah beberapa pohon
mangga yang hampir mati. Memang
masih ada beberapa masyarakat yang masih mengolah tanah dengan memanam tomat. Akan tetapi nampaknya tidak
menghasilkan, karena tomat tersebut
kering dan mati kemudian biarkan begitu saja oleh pemiliknya.
Sementara di danau keadaannya berbeda dengan mati
surinya pertanian. Danau seperti rumah pertama bagi penduduk Haranggaol, disana mereka menghabiskan waktunya
untuk memelihara ikan. Untuk pendatang yang baru pertama kali berkunjung
ke keramba jaring apung ini akan menghadapi bau yang kurang sedap. Bau ini
berasal dari pakan ikan yang bertumpuk di sopo
dan ikanikan yang mati dalam keramba memperburuk keadaan.Perubahan air juga terlihat jelas, tidak ditemukan lagi air yang bersih nan jernih. Air telah menjadi air keruh yang berbau amis. Tumpukan enceng gondok dipingir keramba membuat pendatang tidak nyaman. Namun ketidak nyaman pendatang sepertinya bukan masalah bagi penduduk sebab dari keramba ini mereka menggantungkan harapan untuk hidup layak. Keadaan lingkungan yang mungkin tercemar tidak menjadi persoalan, yang penting adalah hasil panen jutaan rupiah bagi petani ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar